Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi dalam pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota (RJA) DPR RI tahun anggaran 2020. Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yang juga menyeret beberapa pihak lain.
Kasus ini bermula dari temuan adanya empat proyek pengadaan kelengkapan sarana RJA DPR yang terkait dengan Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI pada tahun 2020, dengan total nilai mencapai Rp121,4 miliar. Proyek-proyek tersebut meliputi:
1. Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Kalibata Blok E dan F: Nilai proyek Rp34 miliar.
2. Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Kalibata Blok A dan B: Nilai proyek Rp39,7 miliar, diikuti oleh 70 perusahaan dengan tujuh perusahaan mengajukan penawaran. PT Mitra Bertiga Solusi memenangkan tender dengan penawaran sekitar Rp32,8 miliar.
3. Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Kalibata Blok C dan D: Nilai proyek Rp37,7 miliar, diikuti oleh 69 perusahaan dengan lima perusahaan mengajukan penawaran. PT Haradah Jaya Mandiri memenangkan tender dengan penawaran tertinggi di angka Rp36,7 miliar.
4. Pengadaan Kelengkapan Sarana RJA DPR RI Ulujami: Nilai proyek Rp10 miliar, diikuti oleh 88 perusahaan dengan enam perusahaan mengajukan penawaran. PT Hagitasintar Lestarimegah memenangkan tender dengan penawaran tertinggi di angka Rp9,75 miliar.
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Misbah Hasan, menduga adanya praktik mark up dan pemberian timbal balik antara Setjen DPR dan vendor. Dugaan ini diperkuat dengan adanya temuan bahwa beberapa perusahaan pemenang tender tidak memiliki izin usaha yang sesuai.
Indonesian Corruption Watch (ICW) juga menyoroti adanya potensi kecurangan dalam pengadaan gorden untuk rumah dinas anggota DPR. ICW mencatat terdapat 27 paket pengadaan terkait dengan RJA DPR dalam kurun waktu 2019-2024 dengan total kontrak senilai Rp374,53 miliar.
Peneliti Indonesian Parliamentary Center (IPC), Arif Adiputro, melihat adanya indikasi korupsi dalam pengadaan barang dan jasa dalam proyek perbaikan dan pemeliharaan RJA DPR selama periode 2019-2024. Ia menyoroti anggaran fantastis yang dialokasikan setiap tahun untuk perbaikan dan pemeliharaan RJA, namun kondisi RJA tetap tidak membaik.
Sebagai informasi tambahan, anggota DPR RI periode 2024-2029 tidak lagi mendapatkan RJA, melainkan tunjangan perumahan. Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, memperkirakan total tunjangan anggota DPR RI kemungkinan di atas Rp70 juta per bulan.
Kasus ini masih terus bergulir, dan KPK terus melakukan penyidikan untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan aliran dana korupsi. Masyarakat berharap KPK dapat menuntaskan kasus ini secara transparan dan akuntabel.
Comments