Bencana yang melanda umat manusia, selain memerlukan solusi praktis, juga membutuhkan tinjauan holistik dan komprehensif. Kitab suci seperti Al-Qur'an dan Bibel telah memperingatkan tentang konsekuensi bagi kaum yang melampaui batas.

Ibnu Katsir, seorang cendekiawan Muslim klasik, mencatat bahwa pada tahun Gajah, wabah penyakit mirip campak atau cacar melanda. Ahmad Ramali berpendapat bahwa kehancuran pasukan Abrahah disebabkan oleh epidemi mematikan yang menular melalui udara, memusnahkan seluruh tentara.

Ketika suatu kaum mencapai puncak kezaliman, mereka menghadapi musibah di luar kemampuan manusia untuk menahannya. Pasukan Abrahah, yang dikenal sebagai Pasukan Bergajah (terabadikan dalam Q.S. al-Fil), dihancurkan ketika mereka mencoba merebut Ka'bah di Mekkah.

Al-Qur'an menggambarkan bagaimana Allah menggagalkan tipu daya mereka dan mengirimkan burung yang berbondong-bondong (thairan ababil). Beberapa ahli tafsir mengartikan sijjil sebagai tanah yang terbakar atau batu yang dipahat.

Menarik untuk dicatat bahwa munculnya wabah virus mematikan sering dikaitkan dengan tingkat kedurhakaan manusia. Apakah manusia masih berada di jalan yang benar dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah di bumi, atau sudah menyimpang jauh?

Al-Qur'an menggambarkan bagaimana Allah menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). Epidemi semacam ini pertama kali menjangkiti Jazirah Arab bersamaan dengan kehancuran pasukan Abrahah, sekitar tahun 558 M.

Muhammad Abduh menolak mengartikan al-thair sebagai burung, melainkan sebagai sejenis serangga atau virus. Virus atau mikroba ini menyebar melalui angin, memusnahkan seluruh pasukan gajah Abrahah.

Virus AIDS, Hepatitis, dan lainnya bukanlah masalah baru bagi umat manusia, tetapi telah lama diisyaratkan dalam Al-Qur'an. Para ahli tertarik menganalisis ayat-ayat dalam surat al-Fil, khususnya tiga ayat terakhir, karena mereka melihat adanya isyarat ilmiah yang penting.

Dalam Tafsir Ibn Katsir, kata sijjil dijelaskan sebagai tanah keras. Dari berbagai kasus epidemi yang diungkapkan dalam Al-Qur'an, tersirat bahwa penularan virus dari hewan ke manusia telah terjadi di masa lampau. Virus-virus tersebut ada yang mudah diatasi dan ada yang sangat berat.

Kerakusan dan kezaliman, seperti yang direpresentasikan oleh raja-raja zalim dalam Al-Qur'an seperti Fir'aun, Tsamud, 'Ad, dan Namrud, memberikan pesan bahwa perjalanan sejarah kemanusiaan selalu diwarnai pertarungan antara figur positif (nabi) dan figur negatif (penguasa zalim). Bencana dalam bentuk epidemi selalu menyertai kelompok masyarakat yang sudah melampaui batas (israf).

Dewasa ini, kita menyaksikan berbagai wabah penyakit yang disebabkan oleh virus baru dan mutasi virus lama. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terus memantau dan memberikan panduan untuk mengatasi pandemi dan epidemi. Penelitian ilmiah terus dilakukan untuk memahami lebih dalam tentang virus dan mengembangkan vaksin serta pengobatan yang efektif.

Al-Qur'an mengingatkan, (Allah juga tidak menyukai) orang-orang yang menginfakkan hartanya karena riya kepada orang (lain) dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Akhir. Pesan ini relevan dalam konteks modern, di mana keserakahan dan ketidakadilan dapat memperburuk dampak bencana dan epidemi.