Yuda, seorang pria asal Surabaya, mengenang masa kecilnya yang penuh warna di lingkungan mayoritas muslim. Ia tumbuh besar di perkampungan yang dekat dengan masjid, membuatnya akrab dengan suasana Islami sejak dini. Saya suka ikut, senang bisa nyanyi-nyanyi, teriak-teriak, sambil klotekan, ujarnya, menggambarkan kegembiraannya saat ikut serta dalam kegiatan kampung.
Salah satu tradisi yang paling berkesan baginya adalah patrol sahur di bulan Ramadan. Anak-anak berkeliling kampung, membunyikan berbagai alat musik sederhana seperti botol, drum, dan kaleng, untuk membangunkan warga agar bersiap sahur. Suara riuh rendah dan semangat kebersamaan menjadi kenangan indah yang selalu ia ingat.
Perkenalannya dengan Islam semakin mendalam melalui seorang teman bernama Nanda. Dari Nanda, Yuda belajar banyak tentang ajaran dan nilai-nilai Islam. Setelah merasa mantap, ia memutuskan untuk menjadi mualaf. Keputusan ini ia sampaikan kepada keluarganya yang beragama Kristen. Alhamdulillah, mereka tidak mempermasalahkan keputusan saya menjadi mualaf karena mereka menilai saya sudah dewasa dan tahu mana yang baik dan buruk untuk diri saya sendiri, jelasnya.
Kini, Yuda berusaha menjadi contoh yang baik bagi putri semata wayangnya. Ia ingin menanamkan nilai-nilai Islam dan membimbing putrinya menjadi seorang muslimah yang taat. Saya mau jadi contoh yang baik buat putri saya, maka dari itu saya selalu berusaha memperbaiki ibadah saya sebagai muslim, tegasnya. Kisah Yuda adalah contoh bagaimana lingkungan dan pergaulan dapat memengaruhi keyakinan seseorang, serta pentingnya menjadi teladan yang baik bagi keluarga.
Menurut data terbaru dari Kementerian Agama Republik Indonesia, jumlah mualaf di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam semakin diminati oleh masyarakat dari berbagai latar belakang. Kisah-kisah seperti Yuda menjadi inspirasi bagi banyak orang yang sedang mencari jati diri dan kedamaian dalam beragama.
Comments