Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Magdalene mengadakan diskusi komunitas bertajuk Why Gender Equality Matters and We Need to AccelerateActions pada 13 Maret 2025 di The Jakarta Post Live! Space. Diskusi ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari sektor aktivisme, bisnis, dan organisasi masyarakat sipil untuk membahas tantangan dalam memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia.

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan, yang hadir sebagai keynote speaker, menyoroti pentingnya partisipasi perempuan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Beliau menekankan bahwa tanpa keterwakilan perempuan, kebijakan yang dihasilkan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Ternyata yang datang bapak-bapak, ibunya tidak dilibatkan, ujarnya, menyoroti kurangnya representasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan.

Diskusi ini juga menyoroti temuan survei terbaru dari Ipsos dan King’s College London yang menunjukkan bahwa laki-laki Generasi Z cenderung lebih menolak kesetaraan gender dibandingkan generasi sebelumnya. Hal ini menjadi perhatian serius dan memicu perdebatan mengenai strategi yang efektif untuk mengatasi resistensi terhadap kesetaraan gender di kalangan generasi muda.

Dwi Yuliawati dari UN Women Indonesia menekankan bahwa norma sosial yang mengakar kuat menjadi hambatan utama dalam mencapai kesetaraan gender. Ia menyerukan untuk melawan narasi misoginis dengan kritik yang tegas dan memanfaatkan media sosial sebagai alat perlawanan. Koordinator Aliansi Laki-laki Baru, Wawan Suwandi, juga menyoroti kecenderungan individu dengan akses luas ke media untuk menyebarkan narasi yang menggerus semangat kesetaraan.

Selain norma sosial, interpretasi agama yang keliru juga menjadi faktor penghambat. Jung Nurshabah Natsir dari Muslimah Reformis menyoroti bagaimana perspektif agama yang keliru acap kali memperlebar jurang ketimpangan gender. Pemahaman dan rendahnya pengetahuan soal nilai-nilai agama membuat masyarakat belum bisa membedakan mana kodrat dan mana peran perempuan, jelasnya.

Pemotongan anggaran juga menjadi isu penting yang dibahas dalam diskusi ini. Nissi Taruli dari Feminis Themis menyoroti dampak pemotongan anggaran Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang berdampak pada akses dan layanan bagi kelompok rentan. Hope Helps, jaringan organisasi pengada layanan bagi korban kekerasan seksual di kampus, juga menyatakan bahwa mereka harus terus mencari sumber pendanaan baru akibat penghentian dana dari pemerintah AS.

Sektor swasta memiliki peran penting dalam mendukung terciptanya lingkungan kerja yang lebih setara. Wita Kristanti dari IBCWE menegaskan bahwa ekosistem kerja yang mendukung perempuan hanya bisa terbentuk apabila ada komitmen dari pimpinan tertinggi. Kristy Nelwan dari Unilever Indonesia menjelaskan bahwa Unilever menjalankan berbagai program berbasis gender, seperti Bintang Beasiswa, serta kebijakan internal yang lebih inklusif untuk perempuan, termasuk flexible working hours dan cuti ayah berbayar.

Para panelis dan peserta diskusi sepakat bahwa kesetaraan gender bukan sekadar persoalan di level kebijakan, tetapi juga perubahan budaya dan sistem yang lebih inklusif. Pemerintah, sektor swasta, hingga organisasi masyarakat sipil, semuanya memiliki peran penting dalam mempercepat aksi menuju kesetaraan gender yang nyata di Indonesia. Ally dari Jakarta Feminist menyoroti bahwa data 2023 menunjukkan bahwa setiap dua hari, satu perempuan dibunuh, menekankan bahwa negara dan aparat hukum masih menganggap kasus-kasus ini sebagai pembunuhan biasa, tanpa mempertimbangkan motif gender di baliknya.