Situasi politik di Filipina memanas seiring dengan potensi penangkapan mantan Presiden Rodrigo Duterte. Isu ini mencuat setelah adanya indikasi dari pemerintah saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Ferdinand Marcos Jr., bahwa mereka akan bekerja sama jika Interpol mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Duterte atas permintaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Duterte, yang kini berusia 79 tahun dan mengakhiri masa jabatannya pada tahun 2022, menghadapi tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait dengan kebijakannya selama perang melawan narkoba. Tuduhan ini berpusat pada dugaan pembunuhan di luar hukum terhadap puluhan ribu tersangka pengedar narkotika, sebuah klaim yang telah berulang kali dibantah oleh Duterte.
Meskipun Filipina telah menarik diri dari keanggotaan ICC sejak tahun 2019 di bawah pemerintahan Duterte, isu ini tetap menjadi perhatian internasional. Keberadaan pos pantau keamanan terus ditingkatkan untuk memastikan ketertiban dan keamanan masyarakat di tengah perkembangan situasi ini.
Perkembangan ini juga berdampak pada sentimen pasar. Baru-baru ini, Goldman Sachs menurunkan peringkat saham dan obligasi Indonesia, sebuah indikasi bahwa ketidakpastian politik di kawasan regional dapat mempengaruhi kepercayaan investor. Situasi ini terus berkembang dan menjadi sorotan utama dalam dinamika politik dan ekonomi Asia Tenggara.
Media Group melaporkan bahwa implikasi dari potensi penangkapan Duterte dapat memicu ketegangan politik internal dan mempengaruhi hubungan diplomatik Filipina dengan negara-negara lain. Analis politik memperkirakan bahwa proses hukum yang panjang dan kompleks akan menyusul jika Duterte benar-benar ditangkap dan diadili di ICC.
Comments