Dalam Islam, kemudahan diberikan bagi mereka yang melakukan perjalanan jauh, terutama saat bulan Ramadan. Jika perjalanan terasa berat dan menyulitkan, seorang musafir diperbolehkan untuk tidak berpuasa.

Keringanan ini bukan tanpa syarat. Al-Quran secara jelas menyebutkan bahwa kewajiban puasa yang ditinggalkan harus diganti di hari lain setelah Ramadan usai. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya.

Namun, perlu diingat bahwa tidak semua perjalanan otomatis membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa. Ada batasan jarak minimal yang harus dipenuhi agar seseorang dianggap sebagai musafir dan berhak mendapatkan rukhsah (keringanan) ini.

Perjalanan panjang dan melelahkan memang bisa menjadi ujian berat, apalagi jika dilakukan sambil berpuasa. Oleh karena itu, penting untuk memahami aturan-aturan yang berlaku sebelum memutuskan untuk tidak berpuasa. Tujuannya adalah agar ibadah tetap sah dan tidak memberatkan diri sendiri.

Banyak pemudik, misalnya, menghabiskan waktu berjam-jam di jalan, bahkan berhari-hari, untuk bisa berkumpul dengan keluarga. Bagi mereka, memahami ketentuan tentang puasa bagi musafir sangatlah penting.

Selain musafir, orang yang sakit juga mendapatkan keringanan serupa. Jika sakitnya memberatkan dan membuatnya tidak mampu berpuasa, ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di lain waktu. Intinya, Islam tidak memberatkan umatnya.