Revisi Undang-Undang (UU) TNI Nomor 34 Tahun 2004 terus bergulir, dengan beberapa perubahan signifikan yang disepakati antara DPR RI dan pemerintah. Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, mengungkapkan beberapa poin penting hasil rapat Panja revisi UU TNI, termasuk penghapusan beberapa usulan dan penambahan tugas baru bagi TNI.

Salah satu perubahan krusial adalah penghapusan wewenang TNI dalam membantu menangani masalah penyalahgunaan narkotika. Usulan ini sebelumnya sempat masuk dalam draf revisi, namun akhirnya dicabut oleh pemerintah. Selain itu, jumlah kementerian/lembaga yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif juga mengalami perubahan. Semula diusulkan 16 kementerian/lembaga, namun kini menjadi 15, dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dihapus dari daftar.

Meskipun demikian, RUU TNI tetap memasukkan tiga tugas baru bagi TNI di luar perang. Pertama, TNI memiliki tugas untuk membantu dan menanggulangi ancaman siber. Kedua, TNI bisa membantu dan menyelamatkan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri. Ketiga, penambahan lima pos untuk prajurit TNI aktif dicantumkan pada RUU TNI mengingat karena dalam UU terkait kementerian/lembaga yang dimaksud memang sudah dicantumkan aturan tentang hal tersebut.

Perubahan ini juga mempertimbangkan berbagai peraturan perundang-undangan yang sudah ada, seperti UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, Perpres 178/2014 tentang Bakamla, UU 32/2014 tentang Kelautan, dan Perpres 44/2017 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan. Hal ini bertujuan untuk memperkuat peran TNI dalam berbagai aspek keamanan dan keselamatan negara.

Selain perubahan terkait tugas dan wewenang, RUU TNI juga mengatur batas usia pensiun berdasarkan pangkat. Untuk perwira tinggi bintang 4 atau jenderal, batas usia pensiun paling tinggi adalah 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua kali (dalam setahun) sesuai kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan Presiden. Terdapat pula pengecualian bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional, yang masa dinas keprajuritannya ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39 dalam RUU TNI tetap melarang prajurit terlibat dalam kegiatan politik praktis, kegiatan bisnis, dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politis lainnya. Hal ini menegaskan netralitas TNI dan menjaga profesionalismenya sebagai alat pertahanan negara.

Dengan revisi ini, diharapkan UU TNI yang baru dapat lebih adaptif terhadap perkembangan zaman dan tantangan keamanan yang semakin kompleks. Revisi ini juga diharapkan dapat memperkuat sinergi antara TNI dan berbagai elemen bangsa dalam menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI, tanpa mengesampingkan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Sebagai informasi tambahan, isu revisi UU TNI ini terus menjadi perhatian publik. Berdasarkan data terbaru dari sumber berita terpercaya, pembahasan RUU ini masih terus berlanjut di DPR RI, dengan melibatkan berbagai pihak terkait untuk memastikan bahwa revisi ini benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa.